Kamis, 06 Desember 2012

Memotret Perjalanan atau Perjalanan Memotret?



An Interview With Edward Tigor Siahaan
 

                Edward Tigor Siahaan memotret sejak tahun 1985. Tigor mengaku menceburkan diri kedalam dunia fotografi karena dia melihat bahwa fotografi dimasa yang akan datang akan menjadi bagian dalam hidup kita. Dan memang terbukti saat ini segaloa sisi kehidupan kita tidak dapat lepas dari namanya fotografi. Saat Tigor mulai bekerja di majalah bisnis, dia mulai memotret portraiture atau profil dari pemilik dan karyawan korporat yang bersangkutan hingga pabrik dan aktifitas disekitar perusahaan yang bersangkutan pun menjadi objek fotonya.
            Disisi lain Tigor merasakan kenyamanan ketika berada di tempat yang tidak hingar bingar. Melihat tempat yang begitu tentram tanpa hingar bingar Tigor merasa tergugah perasaannya. "Awalnya menggugah perasaan saya, lalu dengan mata saya pindahkan ke kamera. Dan ketika kita menekan tombol shutter release, jari dan kamera kita pun dialiri perasaan yang membuat foto itu menjadi bagus" Ungkapnya. Tigor meluangkan waktu untuk melakukan travel 2 sampai 3 kali dalam setahun. Dan pada kesempatan itulah ia semakin memperkaya portofolio travel fotografinya. Tigor memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan fotohrafi travel atau landscape lain. Sebagian foto Tigor memiliki kekayaan tertentu, kekayaan yang muncul dari adanya unsur kehidupan yang ditampilkan orang-orang pada aktifitasnya ditengah pemandangan yang terlalu indah untuk tidak direkam dengan kamera. Tigor pun mengakui, bahwa aktifitas orang-orang dan juga binatang di tengah alam yang indah menarik perhatiannya dan bisa memperkaya pemandangan alam yang sudah terlanjur indah itu.  "Bagi saya, alam yang indah tanpa manusia atau binatang jadi tidak ada rohnya." Jelasnya. Mengenei karakteristik karyanya itu pun ia menganggap sebagai sesuatu yang harus dianggap memperkaya tanpa harus dibandingkan mana yang lebih baik dan mana yang lebih jelek. "Itulah bisanya saya, bayangkan kalau semua orang motretnya seperti Jerry Aurum, semua orang motretnya seperti Darwis Triadi, bagaikan pot bunga isinya semuanya berwarna sama." Jelasnya. Ia pun menilai setiap fotografer harus mempunyai warnanya sendiri.
            Untuk anda yang tertarik untuk mendalami fotografi travel, Tigor mengingatkan 2 syarat dasar yaitu uang dan kesehatan. Karena tanpa kedua syarat itu anda tidak bisa melakukan traveling. Tigor biasa memutuskan tujuan travelingnya dengan cara yang unik. "Biasanya saya ambil peta, saya buka lebar-lebar. Lalu saya ambil gundu (kelereng) dan saya jatuhkan dari atas. Dimana gundu itu jatuh, kesitu saya datangi." Setelah mendapatkan tujuan, Tigor selalu mencari informasi mengenai daerah itu. Tahap selanjutnya adalah menentukan tema seperti kebudayaan, daily life, keindahan alam, atau benda-benda menarik di daerah itu. Kemudian membuat list, apa yang harus dipotret terlebih dahulu serta mempxccrediksi waktu terbaik untuk memotret. Dapat pula menambahkan ornamen pada angel yang sama sehingga bisa memperkaya foto tersebut. Bisa dengan penambahan foreground. Bagi yang memiliki uang lebih, disarankan menggunakan jasa pemandu sehingga bisa menghemat waktu dan mencari spot-spot yang unik, karena tentunya pemandu lebih tau tentang lokasi yang akan didatangi.
            Mengenai fotografi travel di Indonesia saat ini, Tigor menyayangkan minimya foto travel yang menarik tentang Indonesia. "Banyak yang bisa dilakuakan dari sabang sampai merauke, namun apa yang terjadi, hanya Borobudur dan Tari Kecak yang menjadi ikon Indonesia." Ungkapnya.  "Kalau kita fotografer, mari kita selesaikan persoalan bangsa ini melalui fotografi." Tambahnya. Sedikitnya foto travel Indonesia yang ada diakui Tigor karena beberapa hal. Bisa karena kurangnya niat memperkaya diri dengan referensi foto travel. Sehingga foto yang dihasilkan begitu-begitu saja. Padahal ia percaya dengan memperkaya referensi fotografer travel Indonesia bisa membuat foto-foto yang jauh lebih kaya. Karena dengan kayanya referensi yang kita punyai "rasa" yang kita punyai akan semakin berkembang. Tigor menganggap "rasa" sebagai salah satu yang lebih utama dibandingkan kemampuan teknis fotografi dalam menciptakan foto yang bagus. Berempati dan berbaur dengan penduduk lokal sangat disarankan karena dengan begitu kita bisa kehidupan sehari-hari mereka secara alami. Bagi orang awam yang memotret hanya pada saat melakukan traveling, Tigor memberikan pesan sederhana, "Bacalah manual book kameranya. Di manual book panduan memotret sudah sangat lengkap." Tegasnya. 

(Disadur dari The Light Magazine Edisi 2/2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar