An Interview With Edward Tigor Siahaan
Edward Tigor Siahaan memotret sejak
tahun 1985. Tigor mengaku menceburkan diri kedalam dunia fotografi karena dia
melihat bahwa fotografi dimasa yang akan datang akan menjadi bagian dalam hidup
kita. Dan memang terbukti saat ini segaloa sisi kehidupan kita tidak dapat
lepas dari namanya fotografi. Saat Tigor mulai bekerja di majalah bisnis, dia
mulai memotret portraiture atau profil dari pemilik dan karyawan korporat yang
bersangkutan hingga pabrik dan aktifitas disekitar perusahaan yang bersangkutan
pun menjadi objek fotonya.
Disisi
lain Tigor merasakan kenyamanan ketika berada di tempat yang tidak hingar
bingar. Melihat tempat yang begitu tentram tanpa hingar bingar Tigor merasa
tergugah perasaannya. "Awalnya menggugah perasaan saya, lalu dengan mata
saya pindahkan ke kamera. Dan ketika kita menekan tombol shutter release, jari
dan kamera kita pun dialiri perasaan yang membuat foto itu menjadi bagus"
Ungkapnya. Tigor meluangkan waktu untuk melakukan travel 2 sampai 3 kali dalam
setahun. Dan pada kesempatan itulah ia semakin memperkaya portofolio travel fotografinya.
Tigor memiliki ciri khas tersendiri dibandingkan fotohrafi travel atau
landscape lain. Sebagian foto Tigor memiliki kekayaan tertentu, kekayaan yang
muncul dari adanya unsur kehidupan yang ditampilkan orang-orang pada
aktifitasnya ditengah pemandangan yang terlalu indah untuk tidak direkam dengan
kamera. Tigor pun mengakui, bahwa aktifitas orang-orang dan juga binatang di
tengah alam yang indah menarik perhatiannya dan bisa memperkaya pemandangan
alam yang sudah terlanjur indah itu. "Bagi
saya, alam yang indah tanpa manusia atau binatang jadi tidak ada rohnya."
Jelasnya. Mengenei karakteristik karyanya itu pun ia menganggap sebagai sesuatu
yang harus dianggap memperkaya tanpa harus dibandingkan mana yang lebih baik dan
mana yang lebih jelek. "Itulah bisanya saya, bayangkan kalau semua orang
motretnya seperti Jerry Aurum, semua orang motretnya seperti Darwis Triadi,
bagaikan pot bunga isinya semuanya berwarna sama." Jelasnya. Ia pun
menilai setiap fotografer harus mempunyai warnanya sendiri.
Untuk
anda yang tertarik untuk mendalami fotografi travel, Tigor mengingatkan 2
syarat dasar yaitu uang dan kesehatan. Karena tanpa kedua syarat itu anda tidak
bisa melakukan traveling. Tigor biasa memutuskan tujuan travelingnya dengan
cara yang unik. "Biasanya saya ambil peta, saya buka lebar-lebar. Lalu
saya ambil gundu (kelereng) dan saya jatuhkan dari atas. Dimana gundu itu
jatuh, kesitu saya datangi." Setelah mendapatkan tujuan, Tigor selalu
mencari informasi mengenai daerah itu. Tahap selanjutnya adalah menentukan tema
seperti kebudayaan, daily life, keindahan alam, atau benda-benda menarik di
daerah itu. Kemudian membuat list, apa yang harus dipotret terlebih dahulu
serta mempxccrediksi waktu terbaik untuk memotret. Dapat pula menambahkan
ornamen pada angel yang sama sehingga bisa memperkaya foto tersebut. Bisa
dengan penambahan foreground. Bagi yang memiliki uang lebih, disarankan
menggunakan jasa pemandu sehingga bisa menghemat waktu dan mencari spot-spot
yang unik, karena tentunya pemandu lebih tau tentang lokasi yang akan
didatangi.
Mengenai fotografi travel di Indonesia saat ini, Tigor
menyayangkan minimya foto travel yang menarik tentang Indonesia. "Banyak
yang bisa dilakuakan dari sabang sampai merauke, namun apa yang terjadi, hanya
Borobudur dan Tari Kecak yang menjadi ikon Indonesia." Ungkapnya. "Kalau kita fotografer, mari kita
selesaikan persoalan bangsa ini melalui fotografi." Tambahnya. Sedikitnya
foto travel Indonesia yang ada diakui Tigor karena beberapa hal. Bisa karena
kurangnya niat memperkaya diri dengan referensi foto travel. Sehingga foto yang
dihasilkan begitu-begitu saja. Padahal ia percaya dengan memperkaya referensi
fotografer travel Indonesia bisa membuat foto-foto yang jauh lebih kaya. Karena
dengan kayanya referensi yang kita punyai "rasa" yang kita punyai
akan semakin berkembang. Tigor menganggap "rasa" sebagai salah satu
yang lebih utama dibandingkan kemampuan teknis fotografi dalam menciptakan foto
yang bagus. Berempati dan berbaur dengan penduduk lokal sangat disarankan
karena dengan begitu kita bisa kehidupan sehari-hari mereka secara alami. Bagi
orang awam yang memotret hanya pada saat melakukan traveling, Tigor memberikan
pesan sederhana, "Bacalah manual book kameranya. Di manual book panduan
memotret sudah sangat lengkap." Tegasnya.
(Disadur dari The Light
Magazine Edisi 2/2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar